[Chapter 3A] The Sorceress from Land of Gretchen by Huangdrey/T/ Romance, AU, Adventure, Angst, Sad/Series/Amethyst Gretchen and William Cromwell, others find by yourself
Disclaimer: Inspired by J.K Rowling’s story Harry Potter. All the casts, and plot is mine. Please do not copy without my approval.
.
.
Seseorang tengah menungguku
di menara astronomi.
Tulisannya begini
Menara Astronomi pukul empat.
Cuma itu. Aku melihat jam dan ternyata sudah pukul empat. Kupikir tidak masalah jika terlambat sedikit. Lagipula aku tidak tahu rupa orang yang menungguku. Dan apa jadinya kalau di menara astronomi ada banyak orang? Tak perlu waktu banyak untuk sekedar merapihkan rambut lalu meratapi mukaku lamat-lamat supaya tidak ada apapun yang menempel—memalukan jadinya.
Aku tidak mengajak siapapun, mereka semua masih tidur dan ternyata saat aku memanjat keluar dari ruang rekreasi pun lorong juga tidak begitu ramai. Mungkin mereka semua berubah jadi pintar lalu memilih istirahat di ranjang Hogwarts yang nyaman daripada keluyuran terus-terusan. Aku menyusuri lorong sambil meremas perkamen yang sedang ada di dalam kepalan tanganku. Perasaanku bertambah gugup kian dekat dengan Menara Astronomi, jadi kupercepat gerakan kakiku—maksudku supaya rasa penasaranku tidak lagi memberontak.
Aku berjalan dan tiba di Menara Astronomi lalu tidak menemukan siapapun disana, bahkan bayangan atau cuping telinganya—sedikit saja. Aku melihat kesekeliling arah, melebarkan pandangan mataku sampai-sampai aku menahan agar mataku tidak melotot terlalu berlebihan. Lalu aku melihatnya. Seseorang dengan bayangan hitam—tidak ada yang punya bayangan merah muda sudah pasti, berada di sudut 57 derajat yang tak kuhitung dengan akurat. Lalu aku merasa dejavu seketika saja, memoriku terkilas balik mengingat penyihir dibalik selimut bayangan hitam. Aku menjalankan langkahku tidak pelan tidak cepat, ketika aku sudah benar-benar tepat dibelakangnya—tanganku sudah menumbuk udara, penyihirnya berbalik. Wajahnya berdekatan sekali denganku, sampai diriku khawatir kalau ia mendengar degupan jantungku yang kian meletup—tak mau tenang.
Seringai khasnya tercetak oke diwajahnya yang uhm, keren. Mau tak mau, kupaksa bibirku tetap pada ukurannya semula. Sebagai gantinya, agar wajahku tidak merona kunaikan alis entah kanan atau kiriku. Jadi dia yang menuliskan suratnya, kuduga. Bisa-bisanya.
“Am” Katanya singkat dengan mimik serupa. Ia member jeda dalam tutur katanya yang selalu sopan. Apalagi dengan wanita.
“Kutebak kau yang menyeludupkan ini?” Balasku, sambil mengaduk-aduk kantung jubahku, perkamen yang sebelumnya sudah kupindahkan. Sejenak aku berpikir jangan-sampai-perkamennya-hilang-lalu-malulah-aku. Dan ternyata aku tidak jadi memalukan diriku sendiri, untungnya (apalagi aku seorang ravenclaw) Tanganku membuka gumpalan perkamen yang sudah teremas acak lalu menghadapkannya ke si penyihir dengan selimut bayangan hitam. Itu hanya tindakan untuk melambatkan waktu saja, tintanya tidak mungkin terlihat jelas lagi.
“Menyeludupkan kedalam kepalan tangan. Omong-omong senang bisa menyentuh tanganmu lagi, sejak.. ya kau taulah” Penyihir dengan bayangan hitam malah menarikku lebih dalam menuju suatu sudut. Aku mengikutinya kalau tidak mau tanganku tiba-tiba saja lepas lalu mengalami splinch1 dadakan. Lalu aku tersadar lagi, kalau penyihir ini seenaknya memegang tanganku lagi. Tanpa permisi, melenceng dari tutur kata sopannya. Aku menghentakkan tanganku dengan keras sampai rasanya tanganku betulan ingin copot.
“William! Yang barusan kasar sekali” Tuturku seiring dengan tiga atau empat lapis kerutan di dahiku. Aku tidak suka caranya. Bilang saja aku lagi terlibat emosional hari ini. Coret kata hari ini, lalu ganti di depan Tuan Cromwell.
“Tutup mulut, Am.”
“Hei,kau pikir—“ Ucapanku tidak jadi selesai dikarenakan potongan tidak beretika dari lawan bicaraku. Ia bicara santai lalu menghiraukan balasanku.
“Aku tidak berpacaran dengan Brown” Mungkin ia sudah mengarah ke hal serius. Maksudku, mungkin ia sudah bosan dengan awalannya lalu ingin cepat-cepat mengakhiri pembicaraanku, waktunya singkat.
“Brown? Maksudmu Brown burung hantu milik Josh yang di Gryffindor itu?” Tanyaku pura-pura tolol sambil memutar bola mataku. Aku tangap dengan topik yang paling sensitif yang telah berkali-kali kupikirkan-alihkan begitu terus. Topik paling hot di Hogwarts sejak beberapa hari lalu pas dengan momentum Sorting Hat Ceremony.
“Bukan. Bagaimana kami akan menghasilkan keturunan kalau wanitanya saja seekor burung hantu, Am. Brown dengan nama keluarga sesungguhnya.” Ia mungkin tidak tahu kalau aku berpura-pura,atau mungkin ia tahu lalu mengerti. Entah, aku berasa berkobar mendengar topik dengan bau tidak sedap berkebalikan dengan masakan peri rumah Hogwarts.
“Brown. Nama ABC nya sudah kuhapal mati, kukira gosipnya betulan. Tak kusangka, mantanku menjadi pemain sekarang” Ketusku padanya sambil menunggu reaksi si lawan bicara
“Jadi, apa kau cemburu?” Alisku tiba-tiba saja naik lagi mendengar pertanyaan yang sudah seperti pernyataan bagiku. Kami sudah seratus persen tidak berhubungan apapun. Nol persen untuk saling mengabari. Tapi, sebelum bibirku membuka ia sudah membalas terlebih dahulu. Seperti yang kukatakan sebelumnya, ia menghiraukan balasanku.
“Jangan khawatir, sudah kujelaskan aku tidak berminat dengan adik kelas.” “Tergantung”
Tambahnya sebelum aku melanjutkan lalu akhirnya terdiam sampai ia selesai berkata. Hitung-hitung daripada omonganku tidak digubris. Tidak diantara kami yang menghitung berapa lama waktu untuk kami terdiam saling menunggu.
“Jadi..?” Balasku kemudian, seiring aku menatap kedalam netra onixnya yang selalu kelihatan menusuk. Pada akhirnya kami berduel tatapan menusuk, cukup tidak menggunakan tongkat.
“Jadi, kembalilah bersamaku. Kita akan melukis memori lalu kenangan sebelumnya dapat terulang” Ujarnya, netranya melembut sampai aku tidak berani menegok kedalam sana lagi. Diriku terasa terhanyut mendadak lalu menyelam dalam menuju memori laknat yang tidak seharusnya kuingat lagi, yang telah ditelan oleh danau hitam lalu muncul dipermukaan dikemudian waktu.
“Termasuk hari kau meninggalkanku?” Aku bukan cewek lembek yang langsung berkaca-kaca ketika mantannya memilih untuk merajut hubungan yang sempat putus, lalu berteriak tak waras karena kesakitannya. Aku ini penyihir dan jangan samakan aku dengan yang lainnya.
“Ya dan tidak. Ya untuk sepatah maaf dariku yang terlalu muda saat itu, yang tidak tahu menahu dengan perasaan seseorang yang sedang patah hati ditinggal tanpa alasan. Aku punya alasan. Kau tidak mengerti dan aku tidak dapat menjelaskan. Alasanku meninggalkanmu. Maaf, tetapi kejadian telah berlalu dan hal itu merupakan alasanku untuk kembali denganmu atas motivasiku sendiri. Kita berdua sama-sama merasakan hal yang sama, Am. Kita menjadi pesakitan dengan saling melepas, kau harusnya sadar kita saling membutuhkan. “ Ia mengambil jedanya sebentar
“Tidak untuk selalu menengok ke masa lalu. Aku sudah lelah menjelaskan, kau penyihir pintar harusnya bisa menjabarkan, lalu nama belakang ravenclaw mu yang selalu kau bangga-banggakan”
Am terlarut dengan emosinya perlahan. Tak seperti yang diduga. Ia akan membawakan kata-kata romantis seperti ‘aku mencintaimu sepenuh hatiku’ atau ‘aku tidak dapat hidup denganmu, Am’ Ia mendesah karena yang ia dapatkan justru seperti mantra imperius2 William tidak pernah bisa ditebak. Ia lebih romantis dari cowok manapun, ia merangkai kata-kata yang mungkin spontan lalu memasukan penjiwaan kesana. Will memberikan kepastian padanya. Seharusnya ia beruntung.
“Kau pikir begitu?” Tapi malah begitu kalimat yang kuucapkan sambil menatap matanya lagi. Aku mau saja bergantian bola mata dengannya, kalau ia juga mau tentu saja. Aku bercanda.
“Aku akan melakukan legilimens3 sekarang” Kata William yang justru membuatku terbahak, mana boleh murid kelas 4 merapal mantra mungkin kelas tujuh atau enam. Terlebih ia tidak bisa merapalnya, Will paling bodoh di kelas mantra. Bodoh dengan nilai terendah E. Aku masih terbahak memeluk perutku sampai aku melihatnya mengeluarkan tongkat lalu sedikit lagi ia merapalkan mantranya.
“Apa yang kau lakukan!?” Ujarku berteriak, ketawaku langsung kandas berhenti begitu saja. Sudah kubilang William tidak bisa ditebak.
“Sudah kubilang sebelumnya. Kembali padaku Am, jawab dulu pertanyaanku” Sambungnya gegabah sambil makin mengencangkan pegangannya pada tongkatnya—yang terlihat seperti menodongkan kearah Am
“Kau membuat pertanyaan seperti membuat pernyataan. Dasar lelaki” Am membuang napasnya lalu tersenyum miring satu sisi, ia lebih takut pada pengucapan legilimens William daripada efek legilimens sendiri. Soalnya kalau salah langkah, ia sendiri yang menerima ruginya.
Ia—William tidak membalas. Membuat Am kelihatan bego ditengah tatapan pintar dan menghakimi lawan bicaranya. Lalu ia tersadar dengan ‘tidak mungkin kan aku diam terus?’
“Iya Will. Aku sadar kalau kita berdua memang menjadi pesakitan kala itu. Namun dengan konteks berbeda, aku sakit ketika kau meninggalkanku tanpa jejak. Dan kau sakit ketika menyesali semua itu. Semua belum terlambat dan sudah terlambat. Seperti yang kau bilang, aku tidak bisa menjelaskan dan kau tidak mengerti. Mengertilah keadaanku saat ini, aku tidak bisa berbalikan denganmu. Tidak untuk saat ini, aku kelihatan egois kalau menyuruhmu menungguku sedikit lagi—“
“Aku menunggumu.”
“Berapapun waktu yang kau minta Am, aku menunggumu dan jangan kecewakan aku dahulu.” Kata Will yang kelihatan bersungguh.
“Kau tidak berbohong kan?” Setelah saat-saat Am menggigit deretan gigi bawahnya—ia pernah bilang kalau menggigit bibir bawah keterlaluan sakitnya—gigi saja tidak merasakan apapun.
“Kalau kau berpikir begitu..”
“Yasudah, hentikan topiknya.” Will menaikan satu alisnya, yah walaupun tidak begitu keangkat sih cuma lumayanlah untuk usahanya. Am pura-pura tidak lihat.
Lalu tangan Will menumbuk udara-menggapai tangan Am dalam dua kali usaha. Am pura-pura tidak lihat, yang pertama tangan Will cuma memanjang separuh dari jarak mereka berdua, kedua kalinya—ia menundukkan wajahnya lalu menggenggam tangan Am dengan jarak yang tepat kali ini.
Kemudian menarik tangan dan pemiliknya berlalu keluar dari Hogwarts
To be Continue..
Catatan tambahan
- Splinch = Cedera pas masuk ke jaringan floo, yang menyebabkan atau bisa saja salah satu dari tubuh kita ketinggalan. Contohnya di DH2 pas trio emas dikejer orang kementrian, lalu Ron mengalami splinch disana.
- Mantra Imperius = Salah satu dari 3 kutukan tak termaafkan, ngebuat orang yang kena mantra ini kayak terhipnotis dan mengikuti perintah si pemantra. Contohnya lagi yang dilakuin Harpot di DH2 pas mau nerobos Gringotts ke goblinnya, pas Hermione nyamar jadi Bellatrix.
- Legilimens = Pelafalannya leh-JILL-ih-mens, yang capslock brati itu ditekankan. Mantra buat membaca atau memasuki pikiran seseorang. Sulit dipelajari, kalau penyihir ini sudah ahli dalam legilimens-dia gaperlu wand lagi buat ngelakuin itu. Contohnya lagi kayak Voldemort atau you-know-who
…